Kitab Durrul Farid: Sifat Mukholafatu Lilhawaditsi
Assalamualaikum...
Sifat wajib Allah yang keempat adalah Sifat Mukholafatu Lilhawaditsi, secara harfiah artinya Berbeda dengan Makhluk dan lawannya adalah Mumatsalatu Lilhawaditsi yang artinya menyerupai makhluk.
Pada Sifat Mukholafatu Lilhawaditsi Mushonnif akan memaparkan dan menjelaskan tentang
- Pengertian Sifat Mukholafatu Lilhawaditsi
- Dalil Sifat Mukholafatu Lilhawaditsi
- Tutorial menyusun dalil
(الدر الفريد)
الصفة الرابعة الواجبة له تعالى المخالفة للحوادث أي المخلوقات أي لايماثله شيئ من المخلوقات لافي ذاته ولافي صفاته ولافي أفعاله
أي أن ذات الله عز وجل ليست جرما كذات المخلوقات وصفاته تعالى ليست كصفات المخلوقات حادثة مخصوصة وأفعاله ليست كأفعال المخلوقات مكتسبة "ليس كمثله شيئ" أي ليس مثل ذاته وصفاته شيئ
والدليل على وجوب مخالفته تعالى للحوادث أنه لو ماثل شيئا منها في الذات والصفات والأفعال لكان حادثا مثلها لأن ما جاز على أحد المثلين جاز على الآخر ويلزم الدور أو التسلسل وكلاهما محال
لأنه تعالى قد وجب له القدم وإذا وجب له القدم انتفى عنه الحدوث حصل المطلوب وهو مخالفته تعالى للحوادث وإذا ثبت له المخالفة للحوادث استحال عليه المماثلة لها التي هي ضد المخالفة للحوادث
Memahami Sifat Keempat Allah: Mengapa Tuhan Tidak Sama dengan Ciptaan-Nya
Dalam kajian akidah (teologi Islam), terdapat sifat-sifat wajib yang harus kita yakini keberadaannya pada Allah SWT. Sifat-sifat ini membantu kita mengenal Tuhan Yang Maha Esa dengan ccara yang benar, menjuhkan kita dari kesalahpahaman tentang hakikat ketuhanan.
Salah satu sifat fundamental tersebut adalah sifat keempat yang wajib bagi Allah, yakni "Mukholafatu lil-Hawaditsi" Bab ini akan mengupas tuntas makna, dalil, dan implikasi sifat agung ini dalam keimanan kita
Apa itu "Mukholafatu lil-Hawaditsi"?
Secara bahasa, "Mukholafatu lil-Hawaditsi" berarti "berbeda dengan segala sesuatu yang baru" atau "berbeda dengan makhluk ciptaan".
Sifat ini termasuk kelompok sifat salbiyah (sifat penolakan) yang menafikan (meniadakan) segala bentuk persamaan antara Sang Pencipta dengan ciptaan-Nya. Sifat ini menegaskan bahwa tidak ada satupun makhluk yang menyamai Allah SWT, baik dalam aspek:
- Dzat-Nya: Esensi keberadaan Allah
- Sifat-sifat-Nya: Karakteristik atau atribut ketuhanan-Nya
- Perbuatan-perbuatan-Nya: Tindakan atau penciptaan-Nya.
Dzat Allah Berbeda dari Dzat Makhluk
Dzat Allah bukanlah materi, bukan jirim (benda fisik yang menempati ruang), dan tidak tunduk pada batasan ruang dan waktu sebagaimana halnya makhluk; Manusia, bintang, planet, dan segala sesuatu di alam semesta ini tersusun dari materi dan memiliki dimensi, sedangkan Allah Maha Suci dari semua itu.
Sifat-sifat Allah Berbeda dari Sifat Makhluk
Meskipun dalam Al-Qur'an kita menemukan penyebutan sifat-sifat seperti Maha Mendengar (Sami') dan Maha Melihat (Bashir), cara Allah mendengar dan melihat sangat berbeda dengan cara makhluk mendengar dan melihat.
Sifat makhluk bersifat baru (hadits), terbatas, dan membutuhkan sarana (seperti telinga atau mata). Sifat-sifat Allah bersifat Qadim, tidak terbatas, sempurna, dan tidak membutuhkan organ atau sarana fisik apa pun.
Perbuatan Allah Berbeda dari Perbuatan Makhluk
Perbuatan makhluk, sepertu membangun rumah atau menulis buku, bersifat diusahakan (iktisabi) dan membutuhkan bantuan, alat, serta energi. Perbuatan Allah, yaitu tindakan penciptaan dan pengaturan alam semesta, terjadi semata-mata dengan kuasa-Nya tanpa membutuhkan bantuan atau usaha. Ketuka Dia berkehendak, Dia hanya berfirman, "Kun Fayakun" (Jadilah, maka jadilah ia)
Dalil Naqli (Al-Qur'an)
Landasan utama sifat ini terdapat dalam Al-Qur'an surat Asy-Syura ayat 11. Ayat ini adalah pilar akidah dalam memahami transendensi (keluhuran) Tuhan:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْئٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat
Ayat ini secara tegas menafikan segala bentuk kemiripan. Penggunaan kata "sesuatu pun" menunjukkan penolakan total terhadap analogi apa pun antara Pencipta dan ciptaan-Nya.
Dalil Aqli (Logika Rasional)
Selain dalil naqli, para ulama ahli Tauhid juga menggunakan argumen logis yang kuat untuk menetapkan sifat ini, yang dapat kita pahami seebagai berikut:
- Premis: Allah adalah Qodim (Ada tanpa permulaan) dan wajib wujud-Nya. Makhluk adalah Hadits (baru, diciptakan, dan membutuhkan pencipta)
- Argumen Logis: Seandainya Allah memiliki kemiripan dengan makhluk (misalnya, Dia membutuhkan tempat, atau tersusun dari materi), maka konsekuensinya Allah juga akan bersifat hadits (baru) seperti makhluk tersebut
- Alhasil: Jika Allah itu baru, siapa yang menciptakan-Nya?, ini akan mengarah pada Tasalsul (rantai pencipta yang tak berujung) atau Dawr (siklus penciptaan yang berputar), yang keduanya mustahil secara akal sehat
Karena kemustahilan logis tersebut, satu-satunya yang shohih adalah bahwa Allah pasti berbeda secara mutlak dari segala sesuatu yang Dia ciptakan. Sifat Qidam (Terdahulu tanpa awal) mewajibkan sifat Mukholafatu lil-Hawaditsi.
Kesimpulan
Memahami "Mukholafatu lil-Hawaditsi" adalah kunci untuk mengesakan Allah SWT secara murni (tauhid yang murni). Ini menghindarkan kita dari tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk) atau tajsim (menggambarkan Allah memiliki bentuk fisik).
Keimanan kita menjadi kokoh dengan meyakini bahwa Allah SWT Maha Agung, Maha Suci, dan melampaui segala bayangan atau imajinasi manusia. Di ada, tetapi keberadaan-Nya tidak sama dengan keberadaan apa pun yang pernah kita ketahui atau bayangkan.
Wassalamualaikum...
